Jumat, 09 Mei 2008

Hemat Energi (Kalau Bayar Sendiri)

LEBIH KUAT MANA: KAMPANYE ATAU MENGALAMI SENDIRI?

meteran listrik

Hemat energi, hemat biaya. Itu kata kampanye. Semua orang mengamini dalam lingkup pengetahuan umum. Soal praktik, itu lain perkara. Lha iya, wong bergantung pada siapa yang menanggung biaya.

Seorang suami selama bertahun-tahun berkewajiban membayar biaya air minum, telepon, dan listrik. Keluhan bahwa tagihan cenderung naik, bukan hanya karena tarif tetapi juga konsumsi di keluarganya, selalu ditanggapi si nyonya dengan, “Oh ya? Masa sih, Pa? Habis gimana lagi dong, Pa…”

Suatu kali sang suami disekolahkan ke negeri lain. Segala tagihan rutin diurus nyonya. Konsumsi telepon dan terutama listrik turun, tinggal 70 persen dari biasanya.

Tanggapan suami ketika dilapori istri — dengan menirukan “Oh ya? Masa sih, Ma?” — berbuah cubitan karena dianggap meledek.

Ada cerita lain. Di sebuah perusahaan, seorang kepala unit yang beberapa kali pindah lokasi gedung dianggap rewel oleh bagian teknik. Penyebabnya, dia selalu minta penambahan saklar.

Dengan begitu, lampu di ruang rapat yang tak terpakai, dan juga di ruang lain, dapat dipadamkan. Sebelumnya semua panel saklar ditaruh terpusat. Dua meja butuh terang, yang menyala seluruh ruang.

Tak pernah terukur seberapa banyak penghematan yang telah dicapai, karena tagihan setiap bulan tetap, angkanya konstan, ditentukan oleh anggaran tahunan.

Mas Tespen Bawatang bilang, “Buat apa kita irit tapi selisih hasil penghematan nggak jadi duit buat kita?”

Mestinya dia menanya bagian keuangan, supaya tahu bahwa bonus dan THR lancar karena penghematan. :D

Mas Karyawanto Sesukahati bilang, “Mau boros mau ngirit, tagihan juga tetap, lagian bukan kita yang bayar kan, Bos?”

Kalau mendengar itu, orang keuangan mungkin akan bilang, “Mulai besok gaji sampeyan dipotong buat bayar listrik. Mau?” Lha iyalah, lebih gampang menyunat gaji ketimbang kasih kompensasi.

Maka lihatlah, yang namanya penghematan hanya kentara kalau ada kampanye dan imbauan — apalagi ada rencana pengawas konsumsi energi di setiap instansi.

Setelah itu semuanya kembali kepada kebiasaan. Kalau merasa tak ikut bayar, buat apa mematikan lampu dan AC yang tak terpakai?

Tapi Mas Opisboi sebuah kantor pernah kebablasan. Setiap menjelang pulang dan mengunci kantor dia cabut colokan kulkas dan dispenser, lalu mematikan AC di ruang dokumentasi foto (plus server).

Bukan salah dia. Tak ada prajurit bodoh, begitu kabar dari tangsi. Yang ada hanyalah komandan yang bego.

Sang komandan pun membela diri, “Bukan bego! Kurang ajar kamu ya! Cuma nggak sempet aja ngurusin remeh-temeh gituan. Tau?”

mobil toyota tanpa bbm

© Foto gerobak: entah. | © Foto meteran listrik: blogombal.org

0 komentar:

 
Template by : Boedy Template | copyright@2011 | Design by : Boedy Acoy