Jumat, 01 Februari 2008

Negeri Akar Rumput

(an Ode for Munir and Human Rights)

Siapa akar rumput yang kau maksud?
Kami? Ya, mungkin kau benar
Kami memang rumput dan akar yang jadi permadani negeri ini
Jumlah kami besar, menyebar di segala penjuru, merambah ke setiap selokan
Tempat kau membuang muntahan makan malammu dari hak kami yang kau curi

Pernahkah kau berpikir, bahwa seharusnya kami bisa jadi beringin
Kalau kau tak meneguk sendiri susu ibu yang kita peras bersama...Kau rakus!
Kau habiskan nyaris semua, membuat kami kurang gizi hingga jadi kerdil seperti ini
Herannya, perut buncitmu tak juga pecah kendati kulitnya sudah setipis rasa malumu
Entah terbuat dari apa kulitmu, mungkin dari nurani yang sudah membatu

Berkali-kali ibu marah melihat ulahmu
Dia kibaskan permadani hingga kau tergelincir, jatuh berdebam
Dasar bebal, kau tak juga sadar
Kau menangis sebentar, berdusta di depan tetangga seakan kaulah yang paling terluka
Tapi sebentar kemudian kau kembali jadi pencuri, mengutili susu yang jadi jatah kami

Kau bersuka ria di atas tubuh kami, akar rumput yang tak juga mati
Beberapa dari kami adalah rumput berduri yang sesekali menancap di telapakmu
Kau naik pitam jika ada onak menusuk dan dengan kalap mematikannya
Kau pikir masalah selesai saat duri kau cerai dari dagingmu yang berlemak
Nyatanya, seribu duri muncul lagi setelah yang satu pergi

0 komentar:

 
Template by : Boedy Template | copyright@2011 | Design by : Boedy Acoy